Pendidikan karakter merupakan sistem dalam proses menanamkan nilai-nilai karakter pada peserta didik atau warga belajar. Pendidikan inimencakup beberapa komponen; pengetahuan, kesadaran atau kemauan begitu juga tindakan dalam mewujudkan nilai-nilai tersebut terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesama manusia, lingkungan sekitar, kehidupan berbangsa dan bernegara maupun diri sendiri.
Pendidikan karakter juga bisa disebut sebagai proses di mana manusia belajar berinteraksi dengan masyarakat, biasanya melalui pengajaran kebajikan inti seperti keberanian, keadilan, dan kebijaksanaan. Dalam membentuk karaktar maka komponen perasaan, pikiran, dan tindakan aktif Bersama-sama. Pendidikan karakter mengajarkan atau mendidik siswa bagaimana cara me-manage perasaan, pikiran, dan tindakan tersebut mewujud dalam kehidupan dan perilaku sosial.
Kecerdasan yang berkarakter pada dasarnya merupakan akhir dari tujuan Pendidikan, begitu menurut Dr. Martin Luther King. Menurut Thomas Lackona, penulis tema pendidikan, tujuan dari pendidikan adalah untuk “membantu orang menjadi pintar, dan untuk membantu mereka menjadi baik.” Sebagai guru, kita menghabiskan sebagian besar waktu kita untuk membuat siswa lebih pintar.
Di samping itu sebagai guru, kita juga perlu meluangkan waktu dan berusaha untuk membuat mereka lebih baik. Pendidikan karakter sebenarnya dapat menjadi kurikulum yang berdiri sendiri, atau dapat menjadi bagian dari inisiatif sekolah yang lebih besar, seperti sikap religious, cinta tanah air, sikap disiplin, sikap jujur, peduli terhadap sesama. Apabila kurikulum pendidikan karakter tersebut diintegrasikan ke dalam kurikulum akademik maka ia akan lebih efektif.
Pendidikan Karakter merupakan kebutuhan tingkat pertama yang berarti harus ditanamkan kepada semua siswa, bukan hanya ditujukan kepada siswa yang menunjukkan kurangnya karakter.
Pendidikan Karakter di Negara Lain
Pendidikan karakter sangat urgen namun relevansi dari Pendidikan karakter ini bervariasi dari masa ke masa. Di Amerika pada abad ke delapan belas (XVII), para pemimpin bangsa baru saat itu memahami bahwa demokrasi membutuhkan warga negara yang berbudi luhur yang dapat menggunakan hak-hak mereka secara bertanggung jawab. Ini disebabkan mayoritas penduduk bangsa amerika saat itu adalah orang Kristen Protestan. Alkitab menjadi sumber utama pendidikan karakter. Pendidikan karakter diajarkan dan ditanamkan melalui kacamata aturan atau norma-norma agama.
Setelah gelombang imigran semakin meningkat dari negara-negara yang berpenduduk umat katolik, timbullah pertentangan terkait sumber pijakan Pendidikan karakter yang benar dalam mengajarkan dan menanamkan karakter yang baik. Pada titik ini buku-buku yang bersifat sekuler-seperti McGuffery Readers, memberikan penawaran Pendidikan karakter yang berbasis nilai dan berlaku untuk masyarakat yang lebih beragam.
Pada saat orang Amerika mulai mempertanyakan struktur kekuasaan tradisional pada 1960-an, Ketika itu juga pendidikan karakter menurun di sekolah-sekolah Amerika. Ini sebagian disebabkan oleh munculnya relativisme moral, masyarakat yang lebih pluralistik, dan kesalahpahaman bahwa mengjarkan karakter berarti mengajarkan agama. Selanjutnya, pada akhir 1970-an, pendidikan karakter direduksi menjadi keterampilan mengajar berpikir, daripada mengajarkan siswa tentang nilai-nilai luhur.
Pada 1980-an, pendidikan karakter mulai bangkit kembali. Ini merupakan berkat “perang terhadap narkoba” dan kemauan untuk mengurangi kekerasan. Pada titik ini, sekali lagi, Lembaga sekolah didorong untuk mengajarkan pendidikan karakter kepada anak didik.
Sejak kebangkitan itu, Amerika telah menjadi lingkungan yang baik untuk mendidik semua anak atau siswa. Inisiatif Pendidikan karakter untuk semua siswa tersebut mendorong pendidikan menyeluruh yang menjawab kebutuhan siswa untuk menjadi sehat, aman, ditantang, aktif, dan didukung.
Pendidikan Karakter di Indonesia
Pendidikan karakter di Indonesia dimulai pada tahun ajaran 2011-2022. Kurikulum pendidikan karakter merupakan kurikulum pengganti KTSP. Adapun tujuan perubahan kurikulum tersebut merujuk pada undang-undang Dasar 1945 pasal 3 (3) : “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlaq mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan Undang-undang.”
Selain itu, disebutkan juga dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang system Pendidikan Nasional dirumuskan dalam pasal 3 : “Pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.”
Berdasarkan paparan di atas dan melihat kenyataan Pendidikan kita di Indonesia, kita, sebagai pendidik, harus berusaha untuk menjalankan kurikulum pengembangan karakter sebagai bagian dari pendekatan pembelajaran sosial-emosional yang bisa menyentuh pada semua anak didik. Tentunya pengembangan itu harus berdasarkan ketentuan-ketentuan yang sudah dicanangkan oleh Kemendikbud RI yang sudah disesuaikan dengan kebutuhan rakyat Indonesia secara umum.